Bab 58 - Rela Memberikan Uangnya Begitu Saja

Shira mulai bergerak. Ia berkeliling mencari anak-anak yang memegang emas yang diberikan oleh Kakek Lharu.

Setelah bertanya-tanya, ia tahu pamannya Shuro Yashura sudah membagikan semua uang Kakek Lharu. Beruntung pagi itu anak-anak masih bermain di lapangan, tak ada yang keluar untuk berbelanja. Jadi ia mengumpulkan mereka dan mencoba menukar uang emas Kakek Lharu dengan uang biasa.

Tapi masalahnya, ia tak memiliki cukup uang untuk bertukar dengan anak-anak ini.

“Jika kalian meminjamkanku uang kalian, aku akan janji untuk menggantinya lima kali lipat minggu depan,” katanya di tengah kerumunan anak-anak itu.

“Dari mana Kak Shira bisa mendapatkan untuk mengganti uang kami?” sahut seorang bocah sepuluh tahun yang sedikit agak pintar. “Mamaku bilang Kak Shira cacat dan gak akan bisa menjadi petarung dan mencari uang. Kalau Kak Shira menjadi Kepala Keluarga Yashura, keluarga kita akan menjadi miskin.”

Ucapan anak sepuluh tahun itu benar-benar menusuk hati Shira tepat sasaran. Ada saja yang tak menyukai keberadaannya sebagai calon pertama kepala keluarga yang dipilih oleh Shuro.

“Lagi pula, lima kali lipat terlalu sedikit untuk menukar uang ini,” kata yang lain, ia adalah gadis yang diberi dua keping emas oleh Kakek Lharu sebelumnya. Ia mengerti uang ini berbeda dari uang biasa dan juga memiliki nilai yang berbeda. “Kalau Kak Shira bisa menggantinya sepuluh kali lipat, aku rela melepaskannya.”

“Oke, sepuluh kali lipat. Tapi aku gak punya uangnya sekarang. Besok-besok akan kubayar.”

Mendengar uang mereka akan diganti sepuluh kali lipat, beberapa anak tergoda untuk menukarkan uang mereka. Jika mereka memiliki lima koin emas yang diberikan Kakek Lharu, bukankah lima koin itu akan berlipat ganda menjadi lima puluh koin emas biasa?

Tapi tetap ada yang tak setuju dengan rencana Shira.

“Bukannya Kakek Lharu membagikan seratus keping tadi? Kalau Kak Shira mau mengganti semuanya, bukannya bakalan menjadi seribu koin emas lebih?”

“Ya, betul juga. Mamaku bilang Kak Shira gak punya masa depan. Jadi kita gak semestinya percaya pada masa depan Kak Shira. Pasti suram.”

“Bukannya sudah jelas, Kak Shira mau nipu kita sekarang.”

Mendengar kata-kata itu, banyak anak menjadi tak puas. Tak sedikit yang mengejek Shira sambil melangkah kaki bubar. Shira hanya bisa mendesahkan napas dalam hati ketika semua anak-anak itu bubar begitu saja.

“Master, bagaimana sekarang?” tanya Kabut Ungu dalam benak Shira.

“Cari uang dulu. Tapi aku gak tau harus ke siapa.”

“Mengapa gak pinjam ke Shuro saja?”

Sambil menutup wajah dengan telapak tangan Shira menggelengkan kepalanya. “Aku sudah banyak hutang budi ke Paman Shuro. Seribu keping emas gak sedikit. Aku akan datang padanya kalau gak ada jalan lain.”

“Kalau begitu tinggal minta saja Kakek Lharu menarik uangnya kembali,” saran Kabut Ungu.

“Aku gak bisa melakukan itu.”

“Kenapa gak bisa?”

“Kabut Ungu, jika kamu menjadi nenek dan baru pulang ke rumah, dan ingin memanjakan cucu-cucumu, lalu ada orang datang mengatakan kalau kamu harus menarik kembali uang yang kamu berikan, apa kamu bakalan senang?”

Kabut Ungu terdiam sejenak sebelum menjawab. “Aku gak tau. Kabut Ungu gak punya ingatan tentang memiliki anak dan cucu.”

“Aku akan membereskan masalah ini tanpa membawa-bawa Kakek Lharu,” kata Shira bertekad. “Dia sudah memberikan banyak padaku dan anak-anak yang lain. Aku gak mau membuatnya kecewa.”

Kabut Ungu tak ingin membantah ucapan Shira lagi. Walau sebenarnya Kakek Lharu yang memberikan masalah pada Shira, tetapi ia ingin membereskannya sendiri.

Tapi bukannya hal ini bisa saja membuat masalah besar pada Keluarga Yashura? Sampai-sampai bisa membuat keluarga hancur?

Siapa peduli! Shira adalah anak muda yang malas dan jarang bertekad dan memutuskan perkaranya sendiri. Tapi jika ia sudah bertekad, ia akan menjanjikan dirinya untuk menyelesaikan masalah yang ia alami hingga tuntas.

Mungkin karena itu adalah sifatnya. Sejak dulu, ketika ia dicemooh dan dihina, ia tetap diam saja. Beban yang ia dapatkan semua ia pikul sendiri. Tapi ketika ketidakmampuannya membuat harga diri keluarganya diinjak-injak, ia mulai berlatih dengan giat, berusaha menjadi kuat—walau berakhir tak sadarkan diri setelah dilempar Raja Gorila.

Atau mungkin, karena ingin menunjukkan bahwa dirinya kompeten, Shira ingin menanggung masalah ini sendirian. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya pantas mendapatkan kebaikan hati Kakek Lharu, pantas dijadikan calon Kepala Keluarga oleh Pamannya Shuro. Atau pantas disandingkan dengan tunangannya Bhela yang kata orang-orang memiliki potensi setinggi langit. Walau ia bekerja diam-diam, walau tak bakal ada yang tau dan mengapresiasi apa yang dilakukannya, tetapi semua yang ia jalani tentu akan membuat rasa keraguan dalam hatinya memudar. Setelah itu, ia akan lebih percaya diri, dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Tapi penjelasan yang paling sederhana adalah Shira merasa bertanggung jawab. Puluhan tahun kesadarannya tinggal di laut, lambat laun akan membuatnya dewasa.

Setelah Kabut Ungu pikir-pikir kembali, ini adalah langkah pertama Shira untuk mengubah dirinya. Ini berbeda dari ketika pemuda itu ingin mempertahankan harga diri keluarganya, atau ingin menyelamatkan Bhela dan Lyla dari penculik.

Kali ini, masalah yang ia hadapi adalah masalah dunia nyata sehari-hari. Masalah yang tak bisa ia hadapi hanya dengan mengandalkan tekadnya saja.

“Master... mulai dari sekarang, Master akan mempelajari bahwa setiap masalah butuh pengorbanan. Seribu koin emas bukanlah hal yang mudah untuk anak muda seperti Master. Terkadang, Master harus merundukkan harga diri, atau membuat orang lain kecewa, hanya untuk memenuhi tanggung jawab. Master akan menyadari, di dunia nyata, gak bakal ada orang yang rela memberikan uang mereka begitu saja,” kata Kabut Ungu dalam hatinya. Ia tak membiarkan Shira mendengar desahannya itu. Membiarkan pemuda itu berjalan seorang diri menghadapi masalahnya.

Tepat pada saat itu juga, seseorang menepuk-nepuk bahu Shira. Ia menoleh, dan melihat wajah tua kepala pelayan, Yulong menatapnya lembut.

“Maaf, Tuan Muda. Saya gak sengaja mendengar tadi. Apa Tuan Muda Shira membutuhkan uang untuk menukar koin emas mereka?” tanya Yulong.

“Betul sekali. Yulong, apa kamu punya saran aku harus meminjam kepada siapa sekarang?”

Yulong menyodorkan kantung uang kepada Shira. “Jika Tuan Muda gak keberatan, Tuan Muda bisa menggunakan tabungan saya dulu.”

“Yulong, ini...” mendengar Yulong menawarkan uang tabungannya, Shira menjadi tak nyaman untuk menerimanya.

“Tuan Muda, gak apa-apa. Ambil saja dulu, saat ini Yulong gak membutuhkannya. Tapi Yulong berharap, jika Tuan Muda sudah menjadi Kepala Keluarga Yashura suatu hari nanti, Tuan Muda mengingat uang pensiun pelayan tua ini,” kata Yulong sambil tersenyum.

“Tentu saja, Yulong,” Shira tak bisa menahan rasa senangnya dan menerima uang Yulong sambil berterima kasih. “Aku janji, aku akan menggantinya lima kali lipat saat kamu pensiun.”

“Terima kasih, Tuan Muda Shira. Kalau begitu saya permisi dulu,” kata Yulong sopan dan langsung melangkah kaki pergi.

“Kabut Ungu, kamu lihat? Ternyata ada orang yang rela memberikan uangnya begitu saja!” sahut Shira dalam hatinya.

“Semudah itu?”

“Tentu saja. Sekarang ayo kita lihat apa anak-anak itu masih punya alasan untuk menyimpan koin emas Kakek Lharu.”

Keluarga Blackwood.

Ada kereta kuda mewah terparkir di gerbang. Dengan baju mahal dan rambut yang mengkilap, Frane Blackwood melangkah ke kereta kuda tersebut.

Ketika ia menghampiri kereta kuda itu, seorang pria berseragam rapi dan berwajah tampan membukakan pintu untuknya. Frane tersenyum. Setelah ia masuk pun Frane membuka jendela dan menyapa pria berseragam itu.

“Ini adalah hari yang bagus untuk Keluarga Blackwood. Tuan Alex sudah di angkat menjadi Knight resmi kerajaan, dan sebentar lagi akan masuk peleton elite. Tuan Muda ini mengucapkan selamat kepada Tuan Alex.”

Pria yang membukakan pintu kereta kuda untuknya tadi membalas sapa dan ucapan selamat Frane dengan senyum lagi. “Tuan Muda Blackwood terlalu ramah. Kalau bukan kebaikan Keluarga Blackwood yang membesarkanku dari muda, prajurit rendahan ini gak bakal bisa menjadi seperti sekarang.”

“Tapi sekarang yang terpenting Tuan Alex sudah menjadi Knight sejati. Bahkan dengan prestise saja membuat banyak keluarga bangsawan lain menjadi ciut.”

“Terima kasih, Tuan Muda Blackwood. Prajurit rendahan ini akan menganggap itu sebagai pujian.”

Frane mengangguk-angguk. Para pelayan pun datang untuk memasukkan banyak kado hadiah ke dalam kereta. Kado-kado itu adalah bingkisan untuk Keluarga Malikh, senjata formal untuk membeli permata mereka satu-satunya yang bernama Bhela Malikh.

“Tuan Alex, Tuan Muda ini berencana untuk melamar Bhela Malikh setelah mengalahkan anak Yashura yang cacat itu. Bagaimana menurut Tuan Alex?” tanya Frane.

“Semua tergantung bagaimana Tuan Muda Blackwood memenangkan duel itu,” balas Alex Blackwood.

“Oh, kalau itu Tuan Muda ini memiliki rencana sendiri untuk membuat keadaan menjadi seru. Haha. Tuan Muda ini akan memperlihatkan seberapa menyedihkannya tunangan Bhela sampai-sampai Keluarga Malikh gak punya pilihan lain untuk memutuskan hubungan pertunangan itu,” ucap Frane Blackwood dengan nada angkuh.

Sebenarnya, Alex tak menyukai sikap arogan Tuan Muda Blackwood ini. Tapi ia adalah orang yang bisa menyembunyikan bunyi benaknya dan menggambar suasana hati berbeda di wajahnya. “Kalau begitu Tuan Muda Blackwood sama sekali gak membutuhkan bantuanku,” katanya sambil tersenyum.

“Bagus, bagus! Tuan Muda ini akan terlihat lebih heroik dengan Knight hebat seperti Tuan Alex di sebelahnya, haha!” kata Frane sambil tertawa.

Tak jauh dari situ, keluar pasangan pria dan wanita. Semua pelayan menyambut mereka dengan hormat.

“Istriku,” kata si pria, “aku akan pergi jalan-jalan ke Desa Badril. Apa istriku yang cantik ini mau oleh-oleh saat suamimu pulang nanti?”

Tuan Besar Blackwood menyondongkan bibirnya untuk mencium istrinya. Tapi Nyonya Blackwood malah menahan wajahnya dengan kipas di tangan.

“Urus dulu Keluarga Malikh. Jangan pulang kalau Frane gak bisa membawa pulang Bhela.”

“Haha, masalah kecil. Tinggal selesaikan duel ini, sepuh-sepuh Keluarga Malikh bakal punya alasan untuk menekan kepala keluarga mereka. Nyawanya tinggal sedikit, melihat dia sekarat, dia gak akan bisa berbuat apa-apa untuk mempertahankan anak gadisnya,” kata Tuan Besar Blackwood santai.

“Jangan terlalu santai. Aku punya firasat buruk,” kata Nyonya Blackwood mengerutkan alisnya.

“Apa istriku ini percaya tetang rumor sepuh Malikh yang memiliki kekuatan Tier 3 pulang itu? Keluarga kampungan seperti?”

Nyonya Blackwood mendengus ketika suaminya bercanda.

“Orang yang kutanamkan di Keluarga Malikh gak mengirimkan kabar lagi. Semua orang yang kukirim juga gak kembali. Kalau Keluarga Malikh sudah berani berbuat sesuatu, itu berarti mereka memiliki sesuatu yang membuat mereka percaya diri,” kata Nyonya Blackwood menjelaskan. “Ada yang gak beres di Keluarga Malikh. Bisakah otak kecilmu melihat situasi sudah berubah sekarang?”

“Apa yang kamu inginkan dariku? Sejak awal kamu yang mengurus semuanya,” keluh Tuan Besar Blackwood.

“Lupakan saja. Pokoknya jika nanti Keluarga Malikh punya nyali untuk menolak lamaran kita, bawa Frane kembali. Jangan membuat masalah berlebihan.”

“Tadi kamu bilang padaku jangan pulang sampai semuanya beres.”

“Frane balik, kamu jangan pulang! Mengerti!”

Tuan Besar Blackwood dan Frane, bersama beberapa orang sebagai rombongan Blackwood, akan tiba di Desa Badril dalam beberapa hari.

Walau pasangan ayah dan anak itu berangkat dengan percaya diri yang luar biasa sombongnya, yakin mereka pergi untuk menginjak-injak pertunangan Bhela dan Shira, tetapi Nyonya Blackwood melihat mereka pergi dengan alis berkerut.

Ia tak menyukai situasi yang tak bisa ia kendalikan beberapa hari belakangan ini. Terlebih lagi, ia tak mendengar dua kabar yang ia inginkan.

“Belum ada kabar kalau Ghalim Malikh mati oleh racun yang diberikan Nura, dan juga sama sekali gak ada kabar kalau mereka yang kukirim berhasil membunuh Jhuro. Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyanya pada diri sendiri sambil memijat-mijat pelipisnya.