Bab 79 - Tuan Muda Shira Sudah Mulai Dewasa
Yulong mendesahkan napas panjang. Ia memang sangat marah tapi sebenarnya tak bisa berbuat apa-apa sekarang.
Selanjutnya Yulong juga menceritakan tentang gerak-gerik Purple Garden Sect yang membuatnya tak nyaman. Ia sangat mencurigai motif sekte yang diisi oleh sebagian besar wanita itu. Purple Garden Sect sangat lihai dalam berpolitik. Tak ada yang tahu kebenaran di hati para wanita yang terkenal bermuka dua itu.
Terakhir, Yulong menyempatkan diri untuk menulis tentang keadaan Shira juga.
Dia adalah anak yang pintar, begitulah pendapat Yulong tentang Shira.
Entah mengapa belakangan ini, saya merasa Tuan Muda Shira menjadi sedikit lebih dewasa. Bukan dari sikapnya, bukan juga dari pembawaannya. Tetapi bagaimana dia bisa menerima tanggung jawabnya dengan tenang, saya bisa melihat Tuan Muda Shira mulai bisa melangkah pelan-pelan menuju kedewasaan.
Tapi ada juga Yulong merasakan sesuatu yang berbeda darinya. Auranya sedikit berubah ketimbang di masa lalu. Lharu bilang, selain Arwah Baik Hati, ada seseorang yang menjaganya dari belakang. Kami belum tahu siapa orang itu. Tapi saya rasa dia tau banyak tentang kaum dan dewa langit.
Masih ingatkah Nyonya patung singa yang ada di Keluarga Yashura? Ada arwah hewan buas yang tertidur di situ. Tuan Jhuro dulu mengira arwah itu adalah sisa-sisa penjaga Keluarga Yashura di masa lalu. Bagian dari rahasia besar yang tenggelam bersamanya Keluarga Yashura di Desa Badril ini. Tapi kita semua tau, selemah apa pun arwah itu sampai harus tidur panjang, tapi gak bakal ada yang bisa menyerap arwahnya.
Hingga tiba-tiba saja, ketika baru saja Lharu menyembuhkan Tuan Muda Shira dari lukanya, arwah itu tiba-tiba menghilang. Awalnya saya juga gak menyadarinya. Tapi Lharu memastikan, Tuan Muda Shira menyerap arwah itu, sehingga sekarang levelnya berada di level 8.
Nyonya pasti tau, tanpa ramuan mahal yang dulu Lharu berikan kepada Tuan Jhuro, dan kemudian diberikan kepada Tuan Muda Shira, gak ada cara lain untuknya menaikkan level, bukan?
Saya gak pernah membocorkan caranya. Saya tau Nyonya gak mau Tuan Muda Shira terlibat masalah, menginginkannya hidup normal dan berkeluarga. Bahkan ketika Tuan Jhuro memintanya pun saya gak pernah mengatakan rahasia tentang kaum langit menaikkan level mereka kepada Tuan Muda Shira.
Dan sekarang datang seseorang misterius yang tiba-tiba mengetahui rahasia kalau Tuan Muda Shira memiliki darah kaum langit, dan memberi tahu caranya menyerap kekuatan arwah untuk menaikkan level Tuan Muda... terlebih lagi, arwah yang diserap adalah hewan buas yang bahkan kaum langit biasa gak mampu untuk melakukannya.
Saya memang khawatir bila orang itu tahu tentang identitas Nyonya. Satu kata saja bila dia menyebarkan rumor, Clan Nyonya bisa-bisa terlibat masalah yang sangat besar. Saya gak mau melihat itu terjadi. Jadi saya berjanji akan mengawasi orang itu dan mengungkap identitasnya bila dia menghubungi Tuan Muda lagi. Saya kira dia juga arwah seperti Arwah Baik Hati. Karena saya gak pernah orang lain dekat dengan Tuan Muda kecuali orang-orang yang gak asing saja.
Tapi kabar baiknya, saat ini Tuan Muda Shira masih bisa bersikap tenang. Untuk seorang anak muda lima belas tahun mentalitas itu sangat mengagumkan. Tuan Muda baru saja kehilangan tangan kanannya, sama sekali gak panik. Malah dia semakin giat belajar di perpustakaan. Yulong merasa ini penting, karena saya melihat topik yang ia teliti mengarah pada satu hal yang saya sendiri gak tau itu apa.
Oh, selain itu, Nyonya barangkali ingin tau tentang hal ini. Tuan Muda Shira sudah mulai dewasa. Dia selama ini gak mengerti mengapa ditunangkan kepada gadisnya Ghalim Malikh oleh Tuan Jhuro, tetapi sekarang dia mulai mengerti satu dua hal tentang gadis. Tapi Tuan Muda terlalu naif, masih gak banyak mengerti bagaimana cara mengejar gadis yang dia sukai. Seorang bocah bimbingan Lharu yang berjaga di sini, gak sengaja melihat Tuan Muda Shira menyatakan cintanya kepada seorang gadis bertubuh kecil, tapi sayangnya hanya bertepuk sebelah tangan. Saya gak tau bagaimana cara menghiburnya, Tuan Muda sendiri juga gak berkata apa-apa dan menyimpan diam-diam hatinya yang remuk. Yulong hanya berharap yang terbaik untuk Tuan Muda Shira.
Barangkali kalau dia bisa bertemu dengan Nyonya kembali, seperti keluarga kecil biasa yang selama ini Nyonya harapkan, Tuan Muda akan merasa lebih baik.
Saya selalu mengharapkan yang terbaik untuk masa depan Tuan Muda Shira dan juga Nyonya. Dan saya pun juga sangat berduka cita tentang kehilangan kalian berdua.
Salam, Yulong.
Yulong pun melipat-lipat kertas yang baru saja ia tulisi. Kemudian sambil menebarkan serbuk di atasnya, cahaya putih redup menyala. Kertas surat itu lama-lama menciut, menjadi benang putih yang hampir tak kasat mata.
“Kirimkan ini pada Nyonya segera,” kata Yulong pada burung pipit yang menunggunya menyelesaikan surat sejak tadi.
“Chirp chirp!” ia bersemangat ketika Yulong mengikat benang tipis yang tadinya adalah kertas surat ke kaki burung pipit tersebut.
“Hati-hati di jalan!” Yulong melepas burung pipit itu, yang melesat keluar jendela, menembus tirai cahaya jingga api lampu menuju langit malam.
Di tempat lain di kediaman Keluarga Yashura, beberapa prajurit elite East Tiramikal Kingdom sedang berjaga ketat di depan sebuah ruangan.
Dari dalam pun terdengar suara centil Pangeran Edicha. “Ich, kemarin-kemarin kuenya enak-enak. Sekarang cuman asal manis ajah.”
“Mau apa lagi, Pangeran. Koki Keluarga Yashura banyak yang mengundurkan diri. Mereka hanya bisa menjamu kita seadanya,” kata Komandan Tarekh.
“Hmph! Salah siapa coba Keluarga Yashura jadi beginyii?” Pangeran Edicha pun menoleh ke arah seorang arwah yang tengah melamun melihat keluar jendela.
Ia nampak tak fokus.
“Tuan Gyl, apa ada yang sedang mengganggu Anda?” tanya Komandan Tarekh.
Gyl menoleh. “Ah, tadi aku melihat burung pipit pembawa pesan.”
“Burung pipit pembawa pesan?” Pangeran Edicha membuka mulutnya lebar-lebar. “Burung pipit yang aneh.”
“Burung itu bukan burung biasa,” kata Gyl.
“Hmm? Masa?”
“Jadi, pesan apa lagi yang kamu punya untukku?” tanya Gyl bernada malas.
“Lima tahun lagi, tujuh cabang Liberators dari tujuh benua akan memilih pemimpinnya,” kata Pangeran Edicha.
“Kamu sudah memberitahu aku itu,” dengus Gyl.
“Oh, maca cih?” Pangeran Edicha tersenyum genit sambil berkedip-kedip kepada Gyl.
Melihat itu, Gyl jadi merinding sendiri. “Sudah jangan main-main terus. Gak lucu tau.”
“Akyu gak main-main Mas Boy!” ketus Pangeran Edicha.
Komandan Tarekh hanya diam melihat dari samping. Bahkan ia berusaha untuk tak melihat. Kalau saja ia tak begitu dipercayai oleh Pangeran Edicha, barangkali ia sudah tak ada di situ sekarang.
“Mas Boy, akyu cedih. Mengapa ketika waktu lama berlalu, cinta kita menjauh...”
“Jangan main-main. Woi woi!”
“Akyu gak main-main!”
Pangeran Edicha melompat dari duduknya, berusaha menerkam genit arwah Gyl. Panik, Gyl langsung maksimal menggunakan ‘Water Flowing Style’-nya untuk menghindar. Energi hukum ruang selama beberapa detik pecah dan terurai, tapi cepat menyatu dan utuh kembali walau tak stabil. Semua orang yang di dalam area itu, bila tak terbiasa, akan merasakan pusing dan mual-mual. Komandan Tarekh pun langsung berlari keluar untuk memuntahkan isi perutnya.
“Mengapa Mas Boy... apa kamyu gak cinta lagi sama akyu?”
“Huuueeeekkk,” suara muntahan Komandan Tarekh terdengar nyaring dari luar.
Gyl hanya bisa tertawa pahit. “Gak lah!”
“Dikit aja. Cintanya dikit aja... gak ada?”
“Gak lah kambing!”
“Huuu huu... Mas Boy celalu aja menyakiti hati wanita,” Pangeran Edicha mengusap air mata yang muncul di tepi matanya.
Sedang Gyl tak tahu kata apa yang harus ia ucapkan. “Kamu... sudah bukan wanita lagi.”
“Tapi cintaku tetap untuk Mas Boy!”
“Kalau begitu kamu harusnya berpikir seratus kali sebelum merasuki tubuh anak laki-laki.”
“Hiks, hiks.” Pangeran Edicha sedih. Ia menangis seperti gadis yang baru saja putus cinta. “Mas Boy gak menerima akyu apa adanya... hiks... hiks...”
“Beneran, jangan main-main lagi,” kata Gyl akhirnya dengan nada serius. “Selain berita itu apa lagi yang kamu punya.”
“Yang akyu punya,” Pangeran Edicha tiba-tiba berhenti terisak dan kembali tersenyum centil. “Hanya cintaku padamuuh!”
Gyl sontak berdiri dan menembus dinding, segera pergi dari situ.
“Eeh? Tunggu Mas Boy, iya, iya! Kuceritain apa yang kudenger kemayin-kemayiiin!”
Sambil menoleh malas, Gyl bertanya lagi. “Apa saja yang kamu denger kemarin-kemarin?”
“Gak banyak. Cuman alasan kenapa Liberators jadi buru-buru... aku baru denger rumornya.”
“Apa itu?”
“Hmm... Mas Boy penasaran?” kedip-kedip.
“Kamu, apa mau kulempar ke sumur?” desis Gyl kesal.
“Ich.. jaad!”
“Jangan main-main. Apa rumor yang kamu denger.”
Pangeran Edicha membetulkan posisi duduknya dan mulai serius. “Ini cuman rumor. Tapi katanya, para dewa langit akan berperang.”
Gyl memicingkan matanya. “Terus memang ada apa urusannya dengan kita kalau mereka berperang?”
“Ini bukan perang biasa,” kata Pangeran Edicha. “Kali ini pasukan Kaisar Langit berkumpul untuk mengorganisasikan kekuatan mereka.”
“Kaisar Langit juga turun? Pasti perang besar,” komentar Gyl.
“Mm. Perang besar. Lagi, rumor bilang, perang ini adalah perang penentuan. Antara Kaisar Langit dan juga Raja Gunung.”
“Oh, kambing utan. Jangan bilang...”
“Ya. Liberators nanti akan mencari kesempatan.”
“Lagi?!”
“Ya. Seperti tiga belas ribu tahun yang lalu.”
“Kambing, lah! Gak mau lagi aku ikutan masuk ke perang mereka. Walaupun dulu mereka cuma perang di balik layar, tapi liat aku sekarang jadinya, mati dikhianati kaum sendiri!”
“Itu karena Mas Boy terlalu banyak main serong sama istri orang. Makanya digebuk massa!”
“Gak ada hubungannya, kambing.”
“Hiks, Mas Boy ucapannya jaad lagyii....”
Gyl menepuk keras-keras jidatnya. Kemudian ia mengambil napas keras-keras dan mengeluarkannya perlahan. “Jadi, seberapa tinggi menurutmu peluang rumor itu?”
Pangeran Edicha melihat ke arah langit-langit dan memasang wajah menghitung. “Hmm. Sebenernya bukan karena sumber rumor ini yang patut dipertanyakan. Tapi gara-gara sumber itu sendiri yang terlalu penting bikin orang-orang jadi kesulitan mempercayai apa yang mereka dengar.”
“Hmm? Apa sumber ini dari kanal tingkat satu Liberators?” tanya Gyl bingung.
“Bukan. Tapi sumbernya lebih penting dari kanal tingkat satu,” kata Pangeran Edicha memasang wajah puas sudah mengetahui hal ini.
“Woi, woi. Apa kamu bilang kalian Wakil Liberators dari tujuh benua lebih penting dari informan kanal tingkat satu?”
“Siapa yang bilang rumor ini dateng dari Wakil Liberators?” Pangeran Edicha mendengus centil.
“Terus dari siapa?”
“Yang paling atas dari yang teratas di Liberators.”
“Jangan bilang...”
Pangeran Edicha mengangguk kecil.
“Mm. Informasi ini, datang dari para Watcher sendiri.”