Bab 89 - Gunung Terbakar

Shira terjebak di alam bawah sadarnya lagi.

Ia pun berada di situasi yang sama seperti sebelumnya.

nyiiieeettt

Gerbang berkabut ungu tersebut pelan-pelan terbuka, membuat sedikit celah untuk bernapas.

“Psst! Psst!” sebuah suara memanggil, Shira pun menoleh.

“Keluarkan kami dari sini...” bisik sebuah suara, nadanya sangat hati-hati, seperti takut ketahuan seseorang.

“Kalian lagi...” Shira menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia masih ingat, sekitar lima suara asing selalu terdengar dari gerbang itu bila ia terjebak di alam bawah sadarnya sendiri. Pemuda itu pun mengingat pertama kali ia mendengar mereka. Walau hanya sesaat di dunia ini, mengingat jiwanya terjebak puluhan tahun di laut, ingatannya pun hanya samar-samar tak begitu mengingat detailnya.

“Mas beroh, kita sohib, aku rela jadi sohibmu... tapi tolong keluarin aku dari sini...” bisik seseorang memelas.

“Aku gak bisa. Aku gak ngerti caranya,” kata Shira menggeleng-gelengkan kepala lagi, menolak. Ia tak berbohong. Bahkan ia tak tahu mengapa mereka bisa masuk ke sini, bagaimana mungkin ia bisa tahu cara mengeluarkan mereka? Shira sudah mengatakan hal ini sebelumnya.

“Kamu mungkin gak tau caranya... tapi Nek Lampir itu pasti tau...”

“Nek Lampir?” Shira mengangkat alisnya, tersenyum masam.

“Iya! Iya! Kalau kamu bisik-bisik sedikit di telinga Nek Lampir itu... ehem... hehe, aku rela jadi sohibmu seumur hidup...”

“Bukannya kalian bakal membunuhku kalau keluar dari sini?” rupanya Shira masih mengingat ancaman mereka, jadi ia sedikit waspada pada bisikan-bisikan yang mencurigakan ini.

“Bercanda, hib! Bercanda! Mana mungkin kita bakal membunuhmu setelah keluar dari sini. Kita kan sohib, sohib! Inget, sohib!”

Pada saat itu, terdengar suara lain setengah cekikik kecil. “Zhi zhi zhi. Gak jadi kita bunuh dia, toh? Padahal aku sudah asah piso, zhi zhi zhi!”

Shira menambahkan. “Aku gak bisa mengeluarkan kalian. Sebelumnya kalian mengancam bakal membunuh keluargaku.”

“Bah! Orang goblog mana yang ngomong kayak gitu!” umpat suara yang mengaku “sohib” Shira. Kali ini suaranya tak mengarah kepada Shira melainkan rekannya yang lain yang juga terjebak di dalam gerbang itu. “Ngaku njing! Ayo ngaku!”

Suara lain pun menjawab. “Bukan aku, zhi zhi zhi.”

“Jangan lihat Zurhatul yang agung ini dengan mata seperti itu! Kamu pikir kamu siapa?”

“Masih juga nuduh-nuduh. Waktu itu kamu yang ngomong sendiri kan?”

“Goblog njing!”

Shira pun mendengar lima suara asing saling ribut di dalam alam bawah sadarnya. Tak ada yang mau mengaku siapa yang mengancam Shira waktu itu.

Sedang pemuda itu sendiri hanya bisa menggaruk kepalanya. Tak tahu harus berbuat apa.

BUZZZZZ

Semburan api raksasa melompat ke arah langit. Menyerang musuhnya namun di saat yang bersamaan mencoba untuk tak melukai tahanan.

“Lepaskan Merly!”

buuzz buzzz buzzz

Mama Ross melemparkan tiga bola api bertekanan tinggi. Kekuatannya tak bisa disetarakan dengan bola api biasa, apa lagi Mama Ross sudah membayar dengan sari kehidupannya untuk meningkatkan daya hancur sihir yang ia miliki.

BOOM!!! BOOOM!!! BOOOOMMM!!!

Tiga ledakan menggelegar angkasa lagi. Mama Ross mengerutkan alisnya. Setiap kali ia mencoba menghancurkan rantai yang melilit Merly anak didiknya, rantai dari kabut ungu yang lain muncul mengganti rantai yang hancur.

Ia mengeluarkan bola api lagi. Tanpa merapal satu kata pun, bola api bertekanan yang lebih tinggi dari bola api sebelumnya muncul di telapak tangan Mama Ross. Mana yang mengalir untuk membuat bola api tersebut sangatlah murni, sampai-sampai lidah bola api tersebut nampak jinak, namun sebenarnya menyimpan daya hancur yang luar biasa!

“Mati kamu!” raung Mama Ross yang sudah kehilangan setengah akalnya.

BOOM!!! BOOOM!!! BOOOOMMM!!!

“Hahahaaha!” mendapatkan serangan membabi-buta dari Mama Ross, suara itu hanya tertawa terpingkal-pingkal. Semua serangan itu sia-sia, akurasinya menurun drastis karena Mama Ross takut melukai Merly.

“Mama! Mama! Huuu huuu...” Merly menangis saat rantai yang melilit tubuhnya mengangkat tubuh kecilnya mengambang di udara.

Mata Mama Ross sudah memerah dan melotot tajam. Rambutnya berantakan seperti hewan buas yang bulunya berdiri waspada.

Otot-otot betis arwah wanita itu mengeras, pijakannya mengambil ancang-ancang...

wuuuuzz!!!

Seperti katapel yang melontar, tubuhnya melesat ke udara. Mengarah tepat ke Merly.

Namun musuhnya mengerti gerakannya. Sudah beberapa kali Mama Ross mencoba untuk merebut kembali Mery, tapi gerakannya selalu seberapa hati-hatinya pun Mama Ross.

Tepat sebelum Mama Ross yang melesat merebut Merly, seuntai rantai terputus. Karena rantai yang terputus itu pun, entah karena apa, tiba-tiba semua rantai yang lain bergerak cepat mengelak. Membawa Merly lebih jauh lagi dari jangkauan Mama Ross.

“Jahanam kamu!”

Mama Ross kembali mengamuk, membabi-buta mengeluarkan sihir api dan membakar gunung itu.

Di tempat lain, seorang pemuda yang tengah mengisi bambu dengan air, menganga ketika melihat kobaran api dari jauh.

Ia adalah Polio yang asli. Belum lama ia pergi dari tempat peristirahatan party-nya, sudah ada kebakaran yang melahap gunung itu!

Gila!

Polio hanya bisa terdiam seperti patung.

Sedang di tempat lain, dua buah bayangan berlari mendaki bukit dengan lincahnya.

“Shira dan pelayannya yang gak berguna itu!” desis Bony sambil berlari.

Di belakangnya Pilek yang hampir kehabisan napas mengikuti dan ikut berkata. “Apa mereka masih hidup sekarang?”

“Gak tau! Yang pasti kita harus cepat sebelum monster elite berkumpul untuk menghukum pembakar hutan!”

Wajah Pilek menjadi pucat. Ia tahu, hukum yang disepakati monster elite dan penduduk Desa Badril berlaku.

Berburu boleh saja, asal ada batasan dan hukumnya. Jika melanggar, hukumannya cukup berat. Namun bukan hanya itu saja hukum yang berlaku. Ada pula hukum yang berbicara tentang merusak alam, yang hukumannya lebih berat. Pilek pernah mengingat ada beberapa pihak tak bertanggung jawab yang mencoba membakar hutan demi membuka lahan. Tiga hari kemudian, tempat tinggal mereka diserbu oleh monster-monster dan hewan buas yang keluar hutan dan turun dari gunung. Kepala Desa Badril pun tak bisa berbuat apa-apa saat itu, karena ia tahu warganya sendiri yang melanggar hukum.

Mereka berdua tak tahu apakah Shira dan gadis itu ada sangkut pautnya dengan kebakaran di gunung Desa Badril. Namun tetap saja, bila para monster elite tak menemukan penjahatnya nanti, bisa-bisa mereka yang disalahkan!

Kekhawatiran Bony dan Pilek ternyata benar.

Beberapa monster elite berkumpul, membentuk lingkaran. Saling memandangi satu sama lain.

“Para manusia, sekarang sudah mulai arogan,” cibir seekor serigala bertubuh besar berbulu biru kegelapan.

“Sssshtt. Mereka sudah berani membakar gunung sekarang. Apa manusia sudah lupa waktu itu, nasib para pembakar hutan?” desis seekor ular yang melilit di ranting pohon.

“Mereka akan mendapat balasan yang setimpal!” sahut yang lain dengan nada tajam.

“Benar! Saatnya beri manusia itu pelajaran supaya bisa ngerti tempat mereka!”

Di sebuah batu besar dekat para monster elite itu berkumpul, dua singa tengah berbaring malas melihat dan mendengar teriakan para monster elite yang bersemangat.

“Rere anakku, lihatlah dekat-dekat kelakuan warga-wargamu. Suatu hari kamu akan memerintahkan mereka,” kata singa yang lebih tua.

“Aku gak mau memerintah mereka,” kata anaknya Rere, bernada sangat congkak dan angkuh.

“Hehe. Kamu benar, kamu gak perlu menjadi Raja Hutan seperti ayahmu. Master sudah menjanjikan masa depan yang lebih cerah untukmu.”

Rere membuang wajahnya. “Aku gak mau karena mereka hewan-hewan tolol.”

Bagi Rere, hewan-hewan di bawah hanyalah makanan bagi hewan buas berdarah biru sepertinya. Ia tak mau membaur dengan mereka.

Ayahnya, Raja Hutan, tak berkata apa-apa tentang komentar anaknya yang tadi.

“Lagian,” lanjut Rere. “Ketimbang ngerumpi di sini seperti binatang goblok, mending mereka rame-rame menyelesaikan masalahnya. Ada kebakaran tapi gak ada yang mau padamin apinya. Ck ck ck.”

Ayahnya mengeluarkan tawa dangkal. “Nak, kamu gak mengerti. Mereka marah bukan karena ada kebakaran. Tapi gara-gara sebelumnya gak punya alasan untuk berbuat onar kepada manusia.”

“Bukannya Master tinggal di gunung? Apa gak apa-apa kita malas-malasan di sini?”

“Hehe. Kebakaran kecil seperti itu gak bakal bisa mengganggu Master.”

Awalnya ada pelindung yang dibuat oleh Master mereka untuk melindungi gunung. Lebih tangguh daripada yang ada di hutan. Tapi pelindung itu sudah terlalu lama dan tua. Yang buat terlalu malas untuk memperbaiki celahnya sehingga tak mungkin menahan semua percik api dari membakar seisi gunung.

“Tapi seenggaknya kita berbuat sesuatu untuk Master,” kata Rere membuang wajahnya lagi.

“Hmm. Kalau masalah itu, yang beresin bukan tugas kita. Kita cukup muncul di sini dan menuntun warga-warga kita,” kata sang Raja Hutan dengan nada bijak.

Tapi suasana arif dan bijak ayahnya tiba-tiba hancur saat Rere menambahkan. “Menuntun warga-warga goblog.”

Raja Hutan hanya bisa tertawa pahit melihat sikap anaknya yang terlalu pesimis.

Pada saat itu juga, sebuah siluet, nampak terjun dari langit. Tiba-tiba saja muncul di samping raja hutan.

Ia adalah seorang perempuan berbaju gelap dan wajahnya tertutup kain. Raja Hutan terkejut akan kedatangannya, tapi sama sekali tak ada rasa marah dan penolakan terbesit di matanya saat melihat sosok perempuan itu.

“Dari Purple Garden Sect?” tanya sang Raja Hutan pelan.

Perempuan itu merunduk, mendekatkan wajahnya ke telinga Raja Hutan, berbisik pelan-pelan. Ia memastikan tak ada orang lain yang mendengar bisikannya.

Singa itu mengangguk-angguk mendengar bisik di samping telinganya. “Hmm. Oke, aku mengerti.”

Setelah itu perempuan itu pergi lagi secepat ia datang.

Rere melihat ke arah ayahnya, yang bangkit dan mulai meraung keras.

“AAAUUUMMMM!!!”

Semua monster elite di bawah terdiam, menoleh ke arah sang Raja Hutan.

“Semuanya...” Raja Hutan menatap lekat-lekat bawahannya satu per satu. “Cari hewan buas dengan water elemental affinity. Padamkan api di gunung itu!”

Para monster elite terkejut. Mereka adalah bangsawan di antara monster dan hewan buas. Menyuruh mereka turun bekerja memadamkan api...

“Bagaimana dengan manusia yang membakar?” tanya salah satu monster elite.

“Aku ingin memakannya!” sahut yang lain.

“Aku lapar! Sudah lama gak boleh makan daging manusia. Aku mau memakan mereka semua!” teriak yang lain.

Raja Hutan sangat marah sampai-sampai ia mengeluarkan raungan terkuatnya.

“AAAAAAAAAAAUUUUUUUUMMMM!!!”

Jiwa para monster elite seperti melompat dari tubuh mereka. Semuanya ketakutan sampai-sampai kaki mereka gemetaran.

“Padamkan api atau aku yang akan memakan kalian!” teriak Raja Hutan. “Gerak sekarang! Gerak, gerak gerak!”