Bab 61 - Bos Shira

Suasana sangat ramai. Di balai desa, ada sebuah bangunan tanpa dinding, membentuk pondong luas. Pilarnya terdiri dari kayu berwarna cokelat keras tua yang sudah diukir dengan corak naga melilit. Angin yang sejuk bertiup melewatinya. Jadi walau suasana sedang ramai namun semua orang di sini tak merasa gerah.

Awalnya, duel ini adalah acara desa yang hanya menarik minat warga setempat saja. Tapi sekarang, karena banyak tamu luar dari kerajaan lain datang oleh pilar cahaya waktu itu, warga tak mendapat tempat duduk yang bagus untuk menonton. Mereka hanya bisa menonton dari luar saja, terbasuhi terik matahari.

Sebenarnya, orang-orang dari kerajaan lain yang datang ke sini, tak tahu alasan mengapa mereka ada di sini. Ingatan mereka tentang pilar cahaya itu sudah terhapus oleh gong milik Gyl. Jadi banyak dari mereka yang sudah pulang semenjak hari kemarin. Tetapi masih ada yang tinggal, seperti rombongan Pangeran Edicha, East Tiramikal Kingdom, beberapa kerajaan yang memiliki hubungan entah baik atau buruk dengan kerajaan tersebut, dan juga Tatalghia Kingdom, rombongan mereka tak kembali pulang.

Persiapan duel.

Saat ini Shira berdiri di depan meja bertaplak kain hijau. Di atas meja itu, tersusun senjata-senjata yang disediakan untuknya bertarung.

Tentu saja, jika peserta memiliki senjata pribadi, yang tak jarang jika duel terjadi, maka senjata-senjata itu tak digunakan. Frane Blackwood memiliki long sword yang mewah dan tajam, jadi ia tak membutuhkan senjata yang disediakan.

Berbeda dengan Shira. Ia tak memiliki senjata pribadi. Senjata yang ia miliki, kualitasnya hanya standar dan akan lebih baik jika ia memilih senjata yang ada di sini.

Senjata-senjata ini disediakan oleh desa, juga beberapa dari gudang senjata Keluarga Yashura, bebas dipilih oleh Shira. Tangannya memeriksa tajam mata pedang senjata yang ringan dan pendek.

Shira banyak mempelajari dari pengalamannya sekali latihan di gunung waktu itu. Ia menggunakan pedang pendek. Dari situ, Shira menyadari, ia benar-benar tak menyukai senjata berat karena membatasi gerakan tangan dan sudut serangannya. Jadi sekarang ia memilih senjata yang memiliki spesifikasi mirip dengan senjatanya yang ia gunakan latihan di gunung.

“Peserta Shira, apa kamu sudah siap?” tanya si juri. Shira mendongakkan kepalanya ketika dipanggil, melihat musuhnya, Frane Blackwood, sudah ada di panggung.

Shira mengangguk, membawa sebuah pedang pendek yang desainnya mirip katana.

Walau Shira masuk ke panggung, sebenarnya duel tak akan langsung dimulai. Juri akan menjelaskan aturan kepada peserta dan penonton, begitu aturan formalnya. Tetapi sebenarnya juri mengulur waktu untuk penonton berkumpul dulu.

Saat ia berjalan pelan menghadap Tuan Muda Blackwood, banyak penonton dari Desa Bardil yang berdiskusi:

“Hei hei hei, apa kamu sudah pasang taruhanmu? Duelnya sebentar lagi dimulai.”

“Sudah. Pasang sepuluh keping emas buat Tuan Muda Blackwood. Pasti menang.”

“Berapa rasionya?”

“Dua banding sepuluh. Kalau Tuan Muda Blackwood menang dapat dua kali lipat.”

“Wah, aku kemarin malam dapat mimpi kalau Shira yang menang. Tadi aku pasang lima belas keping emas. Jadi kalau menang nanti dapat seratus lima puluh koin emas aku!”

“Cih, biar pun rasionya sepuluh kali lipat, Shira mana mungkin bisa menang. Cacat gitu!”

Saat itu juga, orang-orang yang ada di belakang langsung ramai menjadi panik.

“Anjir! Bukannya itu si Bony?!”

“Bony? Mana, mana? Gila! Dia masih hidup!”

“Bony si mayat hidup itu? Betulan dia mati terus hidup lagi?!”

“Kata orang-orang sih gitu.”

“Gila, gan! Ngeri!”

Seorang pemuda, dengan perban yang melilit di lehernya, berjalan mengikuti dari belakang tiga wanita bergaun ungu.

Tiga wanita di depannya, sangat cantik. Saat mereka datang di udara langsung menyerbak aroma parfum wangi manis yang membuat pikiran sejuk. Tak lama dari hebohnya kehadiran Bony, semua mata langsung terpacu pada dua wanita ini. Seakan sudah lupa dengan gosip Bony si mayat hidup.

Semua orang bertanya siapa tiga wanita ini. Satu dari mereka, adalah wanita paruh baya yang masih terlihat jauh lebih muda dari usia aslinya. Kecantikannya, merupakan ilustrasi dari kesempurnaan keindahan wanita dewasa. Yang dua lagi berusia dua puluhan. Mereka seperti kembang mekar yang memiliki keindahan dan wangi sejati. Semua pemuda langsung terpikat melihatnya.

Banyak laki-laki yang ingin mendekati dua wanita muda itu untuk berkenalan. Tapi ada aura yang terpancar dari tubuh mereka, aura agung dan mewah, yang membuat mereka tak berani datang mendekat. Merasakan aura itu, membuat nyali mereka ciut. Mereka merasa seperti menjadi ayam yang birahi melihat keindahan bulu burung merak.

Tapi ketika mereka melihat dari dekat, langsung saja ada seseorang yang mengenali salah satu wanita muda itu.

“Woi woi woi. Bukannya itu Mbak Rhyntia Elzier? Kakaknya si Bony?”

“Huh? Oh ya! Bener juga! Ryntia Elzier, dulu katanya dia pergi sekolah di luar desa. Sekarang sudah balik.”

“Ck ck ck. Dulu pas masih kecil memang lumayan cakep. Sudah besar jadi kayak gini cakepnya, ck ck ck.”

Tiga wanita itu sebenarnya mendengar diskusi orang-orang. Tapi tak ada dari mereka yang peduli. Hal itu membuat laki-laki semakin penasaran saja.

Sect Master Yeela menuntun mereka. Ada seseorang yang bertugas menerima tamu bediri di situ.

“Selamat datang, Nyonya-nyonya. Apa bisa saya tahu dari mana nyonya-nyonya sekalian berasal?” tanya orang itu.

“Keluarga Elzier,” jawab Sect Master singkat.

Orang itu tersenyum sambil menggosok-gosok telapak tangannya. “Maaf, Nyonya Elzier. Kalau belum ada undangan sebelumnya, tak bisa duduk di pondong.”

“Apa kami harus berdiri?” tanya Sect Master tersenyum, sama sekali tak menunjukkan ekspresi kesal atau marah.

“Ini sudah aturannya. Pondongnya sudah terisi oleh tamu-tamu dari kerajaan lain. Untuk warga desa, yang ingin menonton di pondong harus mendapat undangan dari balai desa atau Keluarga Yashura dan Malikh dulu.”

Sect Master Yeela mengangguk mengerti, kemudian berkata: “kalau begitu kalau kami dari Purple Garden Sect. Apa boleh duduk di pondong?”

Purple Garden Sect? Dari ekspresi orang itu, jelas terlihat kalau ia baru pertama kali mendengar nama sekte ini.

Itu sudah biasa. Jika dibandingkan dengan Tatalghia Kingdom, yang sangat agresif dan memiliki wilayah kekuasaan di mana-mana, prestise Purple Garden Sect tak bisa dibilang menyentuh telinga orang-orang biasa. Ditambah lagi, ketika itu, Sect Master dan dua muridnya datang diam-diam ke desa ini. Pantas orang itu tak pernah mendengar nama Purple Garden Sect.

“Itu tergantung, apa Nyonya memiliki undangan dari Kepala Desa?” tanya orang itu dengan nada ragu.

“Cih, bahkan Tatalghia Kingdom tak berani membuat kita menunggu seperti ini,” kata Erin mencibir.

Orang yang bertugas menerima tamu itu menarik napas keras-keras. Ia bertanya-tanya dalam hati tentang status Purple Garden Sect. “Tapi sepertinya pondong sudah penuh. Mohon tunggu sebentar, saya tanyakan dulu ke Kepala Desa.”

“Gak mengapa. Kami akan duduk di situ,” Sect Master Yeela, dengan kipas bulunya, menunjuk ruang di tempat khusus untuk Keluarga Malikh. Karena acara ini bisa dibilang diadakan oleh Keluarga Malikh, tempat mereka spesial, memiliki ruang cukup luas. Sect Master Yeela menunjuk tempat yang diduduki oleh Nenek Sari, Bhela dan Lyla. Ada ruang untuk tiga orang lagi di samping mereka. “Umumkan saja kedatangan kami.”

Orang itu mengangguk. Jika ada kesalahan, orang desa yang akan mengaturnya. Tugasnya hanya untuk menerima tamu dan mengumumkan kedatangan mereka.

Jadi sambil menghadap pondong, orang itu berteriak dengan suara lantang, “Purple Garden Sect sudah tiba!”

Biasanya tadi, saat ia berteriak mengumumkan kedatangan tamu, reaksi orang-orang hanya biasa saja. Yang menarik perhatian hanya saat ia mengumumkan kehadiran Tatalghia Kingdom saja. Tapi kali ini, saat ia mengumumkan nama Purple Garden Sect, semua tamu yang berasal dari kerajaan lain langsung menoleh ke arahnya.

Apa-apaan reaksi ini? Para tamu yang berbincang tadi langsung diam mendengar nama Purple Garden Sect. Reaksinya lebih-lebih ketimbang Tatalghia Kingdom. Keringat dingin langsung bercucuran di tubuhnya. Baru saat itu, ia menyadari status sebenarnya Purple Garden Sect.

“Bony, apa kamu gak ikut duduk bersama kami?” tanya Ryntia melihat adiknya tak ikut masuk.

Bony menggeleng-gelengkan kepala. Ia kemudian pergi ke tempat lain untuk mencari teman-temannya.

Erin melihat Bony pergi. Awalnya ia menyukai berada di dekat pemuda itu. Orangnya mudah diajak mengobrol dan menyenangkan. Tapi sekarang, setelah kejadian di pasar waktu itu, Bony menjadi dingin. Ia jarang berbicara, bahkan seharian pun tak membuka mulutnya. Sect Master, gurunya, mengatakan tenggorokannya masih terluka dan akan lebih baik jika ia tak banyak berbicara. Tapi Erin tahu, temperamen Bony berubah semenjak itu.

Di dekat Balai Desa, banyak berdiri stan-stan pedagang dadakan. Pengunjung mereka ramai karena memang acara ini cukup besar untuk menarik penonton.

Bony berjalan ke arah stan bandar yang mengurus taruhan. Di situ, ia melihat dua anak buahnya yang selalu mengikutinya ke mana-mana. Satu orang, adalah korban Pangeran Edicha, masih berwajah lesu. Tetapi ketika mereka melihat Bony, dua pemuda itu menjadi riang luar biasa.

“Bos Bony!” sahut temannya.

“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Bony. Suaranya serak dan pelan, seperti hantu, terdengar mengerikan.

“Kami baru saja memasang taruhan,” jawab salah satu dari mereka.

“Berapa rasionya?” tanya Bony lagi.

“Dua banding sepuluh. Dua untuk Tuan Muda Blackwood.”

Bony mengerti. Ia pun lanjut berjalan ke bandar taruhan.

Saat orang yang menjaga stan bandar itu melihat sosok Bony yang penuh dengan perban, tubuhnya langsung gemetar seperti baru saja melihat hantu.

“Mas Bony, mau memasang taruhan?” tanyanya dengan suara gugup.

“Berapa maksimal taruhan yang bisa dipasang?” suara Bony, yang serak dan pelan seperti hantu, jelas bergetar dan terdengar di udara. Di tambah dengan nyaring angin berhembus, suara serak itu benar-benar bisa membuat bulu kuduk merinding di siang bolong.

“Ini... ini... khusus untuk Mas Bony boleh memasang berapa saja,” katanya ketakutan.

Bony mengaluarkan kantung uang, dan melemparkannya ke stan bandar itu.

“Ini lima ratus koin emas,” kata penjaga stan itu menarik napas keras ketika memeriksa isinya. Ia melihat kembali ke arah Bony dan tersenyum pahit. “Kalau Mas Bony menang, bisa kembali untuk menerima seribu koin emas.”

Bony menggelengkan kepalanya. “Lima ribu koin kalau menang. Aku memasang untuk Shira Yashura.”

Dua anak buah yang ada dibelakangnya langsung terkejut.

“Bos Bony, mengapa tiba-tiba memilih Shira?” ia bingung melihat sikap bosnya. Memasang lima ratus keping emas untuk Shira? Biasanya, Bony adalah orang yang paling pertama mencibir Shira. Dan orang terakhir yang akan mendukungnya untuk menang. Tiba-tiba bersikap seperti ini, apa orang ini masih Bos Bony yang mereka kenal?

Bony melihat ke arah mereka. Kulitnya yang pucat dan matanya yang sayu karena kehabisan darah benar-benar membuat mereka ketakutan.

“Kalian memasang untuk Blackwood?”

Dua anak buahnya mengangguk-angguk. Mereka mengingat melihat Shira berlatih di gungung waktu itu, percaya Shira mempunyai kemampuan. Tapi tetap saja di kepala mereka Shira masih seorang Novice level 3. Melawan Tuan Muda Blackwood yang merupakan Knight level 14, kemungkinan sangat kecil untuk Shira.

Bony melihat ke arah bandar. “Tarik kembali. Pasang untuk Shira.”

Dua anak buahnya langsung meminta taruhan yang mereka pasang dipindahkan ke Shira. Biasanya hal itu dilarang di bandar itu. Tapi karena Bony, si penjaga stan tak berani menolak.

“Berapa uang yang kalian punya?” tanya Bony lagi memeriksa.

“Itu semua uang yang kami bawa,” jawab anak buahnya.

“Cepat pulang dan pecahkan celengan kalian. Pasang semua untuk Shira!”

Mendengar itu, dua anak buahnya yakin kepala bos mereka sudah tak beres.

“Bos, bukannya konyol membuang-buang uang seperti itu?” tanya salah satu anak buahnya. Memasang semua untuk Shira? Ia yakin hal itu sama saja membakar uang.

Tapi hal itu malah membuat Bony menjadi marah. Langsung saja kerah bajunya ditarik, mata Bony yang sayu langsung menjadi tajam tak berwarna.

“Apa kamu bilang?” suara serak Bony, menjadi dingin, seperti pisau tajam yang sudah siap menggorok lehernya.

“Bos Bony! Bos Bony! Maafkan aku! Kecoplosan, kecoplosan!” serunya panik.

Bony menyadari sikapnya tak masuk akal. Ia langsung melepaskan kerah anak buahnya dan mendesahkan napas panjang.

“Aku berhutang budi pada Shira,” katanya pelan-pelan. “Tanpanya, aku sudah mati waktu itu.”

Dua anak buahnya terdiam melihat ekspresi menyesal Bony. Ia menyesal karena sudah mengejek dan merendahkan Shira semenjak kecil, namun pada akhirnya diselamatkan juga olehnya.

Faktanya, Shira tak tahu kalau sudah menyelamatkan Bony. Ia hanya mendengar kabar tentang kejadian di pasar itu, tak lebih.

Tapi Ryntia, dengan seizin Sect Master-nya, menceritakan kepada Bony tentang ritual dan kontrak yang membuat Bony bisa selamat. Ia menceritakan banyak hal, mulai dari Purple Garden Sect, bagaimana sektenya melindungi Keluarga Elzier dan mengawasi Yashura sejak dulu, juga keturunan darah Tiramikal yang mengalir di nadi mereka benar-benar sangat rahasia dan bisa membawa bencana jika terbongkar dunia.

Ryntia menjelaskan secara detail, isi kontrak yang memberikan Bony kekuatan untuk selamat waktu itu, menjelaskan bahwa ia harus merundukkan kepala dan memberikan kesetiaan kepada Shira Yashura. Dengan kata lain, Shira Yashura lah yang memberkati kekuatannya.

Tapi ia juga mengatakan masalah ini sangat rumit. Sekarang Shira dan Keluarga Yashura tak tahu tentang kontrak ini. Jadi mereka masih ingin tetap diam tentang hal ini, berencana untuk menyatukan Elzier dan Purple Garden Sect satu tali bersama dengan Keluarga Yashura dengan pernikahan, dan mempersiapkan Shira untuk memerintah Purple Garden Sect jika sudah dewasa nanti.

Dengan kata lain, saat ini Shira adalah bosnya Bony. Saat Bony memikirkan hal itu, bagaimana kehadiran Shira membuatnya bisa hidup melewati pembunuhan di pasar itu, ia tak tahu harus merasakan apa.

Ia merasa berhutang budi. Ia merasa berterima kasih. Tapi di saat yang sama, ia masih ragu. Ia juga malu. Saat ini, karena saking malunya, anak cacat yang dulu ia sering kata-katai sekarang menjadi bosnya, Bony tak berani hadir di depan Shira.

“Bony, apa yang kamu pikirkan tentang semua ini?” tanya kakaknya setelah menceritakan hal itu.

“Aku gak tau,” jawab Bony. “Tiba-tiba saja Shira menjadi bosku. Aku gak tau apa-apa lagi.”

“Jangan remehkan dia. Penjaga dari Purple Garden Sect melihatnya membunuh seorang Tracker level 22 dalam pertarungan jarak dekat. Jika kamu bertemu dengannya lagi, sebaiknya kamu minta maaf sudah mengejeknya semenjak dulu.”

Bony masih mengingat saran kakaknya. Jika ia bertemu Shira, tentu saja ia harus minta maaf. Tapi dalam hatinya, rasa malunya ingin membuatnya menghindar terus-menerus. Ia tak berani menghadap Shira sekarang.

“Bos Bony... apa bos yakin Shira akan menang nanti?” tanya anak buahnya ragu.

“Kami sebenarnya sudah melihat kemampuan Shira. Awalnya kami juga ingin memasang untuknya. Tapi ketika melihat siapa musuh Shira, kami mengurungkan niat,” tambah yang lain sambil tersenyum pahit.

Bony mengangguk menjawab pertanyaan mereka.

“Dia akan menang,” kata Bony. Semenjak ia mendengar peristiwa penculikan Bhela dari kakaknya, dan mendengar Shira sudah membunuh seorang Tracker level 22, ia yakin Shira akan memenangkan duel ini.

Tracker bukanlah kelas yang bisa diandalkan dalam pertarungan. Tapi Bony mengenal penculik yang dibunuh Shira itu. Ia adalah salah satu tikus bawah tanah. Dalam pertarungan jalanan, ia sudah membunuh beberapa orang. Walau seorang Tracker ia memiliki banyak pengalaman dalam bertarung.

Dan Bony tahu, seorang Novice, tak akan mungkin bisa membunuh Tracker itu.

Apalagi Shira yang berlevel 3!

Jadi ia yakin kemampuan Shira. Walau tak tahu sekarang pemuda itu sudah berlevel 8, ia yakin Shira memiliki kartu as yang bisa memenangkan duel ini.

“Pasang saja untuk Shira, kalian akan dapat uang,” katanya. “Kalau kalian bertemu dengan Shira nanti, jangan lupa untuk memanggilnya bos!” tambahnya kemudian.

“Bos? Bos Shira?” dua anak buahnya terbelalak, saling bertukar pandang satu sama lain. Mereka semakin tak mengerti apa yang terjadi pada Bony.

Lalu di saat mereka masih berkumpul, stan bandar itu didatangi orang lain. Seorang gadis tujuh belasan, yang memiliki wajah putih cantik tapi ekspresinya selalu angkuh dan pedas.

“Dua puluh koin emas, untuk Shira!” seru gadis itu sambil menghantam meja stan kayu dengan kantung emasnya.

“Mbak Mila, dua puluh koin untuk Shira,” kata penjaga bandar itu mengangguk-angguk. Ia kemudian menulis bon untuk Mila.

Mila mengetuk-ngetuk meja stan kayu itu dengan jarinya sambil menunggu. Saat ia menoleh Bony dan anak buahnya, ia melihat tiga pemuda itu melihatnya dengan ekspresi tak biasa.

“Apa lihat-lihat!” bentaknya. Ia sama sekali tak takut membalas tatapan Bony yang konon kabarnya adalah mayat hidup itu.

Dua anak buah Bony menyinggungkan senyum masam. Mereka pun melihat ke arah si bos.

“Aku juga memasang untuknya,” kata Bony kepada Mila.

Mila mengerutkan alisnya. Ia membenci Bony. Sejak dulu, Shira tak berani bermain di luar karena takut bertemu Bony dan diejek habis-habisan. Saat kecil Mila beberapa kali berkelahi dengan Bony. Tapi sekarang saat sudah besar, mereka hanya saling melototi untuk menunjukkan rasa benci.

Bony tersenyum ketika merasakan hawa tak menyenangkan itu. Senyumnya tulus tak dibuat, ia ingin meminta maaf untuk masa lalu.

“Dulu memang aku kurang ajar dan gak tau diri,” kata Bony merendah. “Tolong sampaikan ucapan minta maafku kepada Bos Shira.”

Setelah mengucapkan itu, Bony melangkah pergi.

Saat sosoknya sudah tak terlihat lagi di antara keramaian pengunjung, penjaga bandar itu kemudian berkata sambil mengusap keringat dinginnya. “Kata orang-orang Mas Bony hidup lagi dari kematian. Serem sekali ada di depannya, sumpah.”

Mila melihat ke arah penjaga bandar itu. “Gara-gara hidup lagi dari kematian, otaknya jadi gak beres,” kata Mila menggeleng-gelengkan kepala.