Bab 69 - Beda Jauh Bos!
Setetes saja teh yang tumpah.
Shira akan mengaku kalah.
Di saat Shira mengatakan demikian, apa pun yang akan dilakukan Frane Blackwood, ia tak akan bisa memperoleh kembali kehormatannya dalam duel ini.
Semua orang bisa melihat bagaimana Shira mendesak Frane hingga seperti ini. Kemudian ia mengambil kesempatan untuk menjatuhkan Keluarga Blackwood, menginjak-injak muka mereka seperti lumpur di tanah. Semuanya dilakukan dengan mudah. Diam-diam menghanyutkan. Orang-orang tak akan tahu bila anak muda yang tak banyak bicara itu merencanakan semua ini sejak awal.
Ya. Faktanya memang Shira berencana sejak awal untuk memperlihatkan pertunjukkan gelas teh ini.
Awalnya ia diam saja karena tak mungkin ia akan langsung mengumumkan jika ingin menantang Frane untuk menjatuhkan tetesan air tehnya. Selain Blackwood bisa saja menolaknya, Shira juga akan terkesan tak sopan pada wasit yang menjalankan aturan pertandingan ini.
Tapi sekarang situasinya berbeda. Frane sudah sekali dikalahkan dengan mudah. Babak kedua, dengan mudah pula, Shira menekan Frane di pojokkan. Jika Frane tak berbuat sesuatu, ia akan kehilangan kesempatan—bukan, bahkan saat ini ia sudah kehilangan kesempatannya untuk menang. Walau kelihatannya dari luar Frane masih memiliki peluang untuk mengalahkan Shira, tapi ia sendiri mengerti ia sudah dipojokkan tanpa jalan keluar.
Dua kali mengerahkan serangannya, Frane tahu jika Shira serius mengelak, ia akan kesulitan menyerang Shira.
Shira hanya tinggal mengelak dan membuang waktu. Jika Frane memaksa, beberapa menit kemudian, Frane akan kehilangan kesadarannya sendiri karena kehabisan darah.
Jadi hanya ada satu kesempatannya untuk menang: menumpahkan teh yang ada di gelasnya!
Hal itu tak akan membuat kehormatan Blackwood kembali setelah diinjak-injak Shira. Tapi setidaknya, pemuda angkuh itu akan memakan ucapannya sendiri! Kalah oleh keangkuhannya sendiri!
Setidaknya Frane bisa membuat kesombongan anak ini hancur berkeping-keping!
Pun secara sadar atau tidak sadar, Shira memaksa Blackwood untuk mengikuti permainannya.
Tanpa menunggu jawaban dari Frane, Shira meminta orang balai desa untuk mengisi ulang gelas tehnya.
“Tuangkan lagi tehnya, tolong Mas,” pinta Shira kepada orang yang menuang teh dari teko.
“Eh? Bukannya ini sudah penuh?” orang itu tahu Shira akan menggunakan gelas ini untuk bertarung. Jika gelasnya terlalu penuh, bukannya hanya dengan tak hati-hati mengangkat gelas pun air tehnya bisa menetes jatuh?
Tapi Shira tetap meminta. Jadi orang itu hanya bisa menuangkan tehnya sampai penuh betul.
“Op, op op...” Shira mengangkat gelasnya dengan hati-hati. Semua orang bisa melihat air teh di gelas itu hampir melompat dari mulut gelasnya ketika Shira mengangkatnya.
Si wasit tak berkata apa-apa atau tak melarang Shira. Ia tahu sudah beberapa kali menjadi wasit duel, terutama untuk generasi muda. Mereka hanya berduel untuk menunjukkan diri lebih hebat dari lawannya, terkadang ingin menggunakan kesempatan untuk bersikap keren. Ia juga tahu alasan duel ini diadakan. Si wasit pun bertanya kepada Frane Blackwood:
“Apa Frane Blackwood menerima tantangan Shira Yashura?”
Frane mendengus keras, menggenggam erat gagang pedangnya dan berkata, “Aku akan membuatnya menyesal sudah sok keren di depan semua orang!”
Si wasit mengerutkan wajahnya karena Frane tak menanggapi pertanyaannya. Tapi ia menganggap ucapan Frane barusan sebagai tanda sudah menerima tantangan Shira.
“Babak kedua dilanjutkan!”
Frane melompat terjang, tapi tak berteriak dan menunjukkan semangatnya seperti tadi.
Shira sudah membuatnya malu karena mengatakan teriakan dan semangatnya ‘percuma’ saja, mana mungkin ia mengulangi sikapnya tadi.
swiiish
Frane mengayunkan pedangnya.
Ia tak memperhatikan kuda-kuda Shira. Hanya dengan sedikit memutarkan pergelangan kakinya, Shira bisa mengelak dari ayunan pedang tersebut.
Walau ia berhasil mengelak, orang-orang melihat pedang Frane mengenai Shira.
Tepatnya, pedang itu mengenai baju Shira.
Tetapi seperti membelah angin, tajam pedang Frane tak mampu merobek baju Shira.
“Bahkan merobek bajunya saja terasa sulit!” desis Frane dalam hatinya.
Shira mengambil langkah untuk menjauh dari Frane. Gerakannya kakinya pelan, tapi dalam sekejap ia sudah berada di luar jangkauan Frane.
Frane, karena usai menyerang, matanya tertuju pada arah pedangnya terayun. Ia melihat ke bawah, melihat lantai.
Pada saat itu, Frane menyadari sesuatu. Ada gelombang seperti riak air di lantai. Seperti lantai kayu yang keras di kakinya sudah menjadi air, tapi di saat yang sama tetap adalah benda padat.
Frane juga menyadari, gelombang riak itu, berasal dari kaki Shira
Kaki Shira jinjit saat ia bergerak di lantai. Dengan elegannya, bergerak seperti tengah berdansa, tubuhnya menembus angin dan ruang. Sekali lompatan jinjit yang ringan Frane melihatnya tertarik oleh sesuatu benda gaib yang berada di bawah kehendak Shira.
Apa-apaan ini?
Frane tahu Shira memiliki skill pasif yang membuat dodge rating-nya meningkat drastis. Tapi apa yang baru ia lihat, bukan hanya sekedar dodge rating yang meningkat saja.
Ini seperti Shira memerintah ruang, memberi mandat kepada pedangnya dengan hukum ruang dan waktu, untuk tak menyentuh tubuhnya sama sekali!
Tepat saat Frane masih terpaku dengan apa yang ia sadari, punggung atasnya terasa perih oleh sayatan pedang.
“Dua menit dua puluh detik,” sebuah suara malas terdengar dari belakangnya.
Frane menoleh, melihat Shira yang masih santai memegang gelas teh di tangan kanannya, berhasil memberikan serangan dari belakang!
“Shira!” desis Frane.
“Dua menit dua puluh detik, lebih segitu nanti kamu pingsan loh,” kata Shira memperingati.
Frane semakin kalap melancarkan serangannya, namun pertahanannya semakin lama semakin terbuka lagi.
Dengan sikap seperti ini, sebagai Knight sang pendekar yang harus memegang teguh prinsip dan disiplinnya, Frane sudah menggali kuburannya sendiri!
swiiish
Frane mengayunkan pedangnya lagi. Tapi yang terluka adalah dirinya sendiri oleh pedang Shira.
“Satu menit lima puluh detik,” setiap luka yang Shira berikan, darahnya semakin banyak bercucuran.
swiiish
“Satu menit tiga puluh lima detik.”
swiiish
“Satu menit dua belas detik...”
Semakin Frane bersikeras untuk menyerang, semakin leluasa Shira menaruh luka sayat di tubuhnya. Lukanya tak sedalam luka di pinggangnya tadi, tetapi dengan tubuh yang sudah berlumuran darah begitu jelas memperlihatkan Frane yang tak bisa berkutik oleh tekanan Shira!
Napas Frane semakin pendek saja. Ia kelelahan menyerang tanpa hasil, kelelahan menerima serangan Shira. Ia bukan pemuda bodoh. Shira selalu mengambil kesempatan di setiap celah pertahanannya setelah ia menyerang; ia juga menyadari hal itu.
Tapi seperti kata Shira, waktunya terbatas. Ia sudah mulai merasa pusing, genggaman pedangnya melemas. Barangkali memang tinggal semenit sampai tubuhnya ambruk tak sadarkan diri.
“Shira, kalau berani kita adu pedang!” desis Frane menantang.
“Aku cuma pakai tangan kiri loh,” kata Shira mengayun-ayunkan pedang pendeknya di udara. Memang ia menggunakan tangan kiri untuk menggenggam pedang dan tangan kanannya memegang gelas yang penuh dengan air teh.
Di arena, tak ada setetes pun air yang tumpah. Serangan Frane yang membabi buta seperti tadi pun, tak mampu membuat Shira meneteskan teh dari gelasnya!
“Berani gak?!” seru Frane.
Shira mendesahkan napas panjang sambil melegakan kuda-kudanya. “Maaf sudah manfaatin serangan balik dari tadi. Tapi kalau begini terus, kamu gak bakal mengerti.”
“Mengerti apa?”
Shira hanya tersenyum. “Jarak di antara kemampuan kita. Beda jauh bos!”
Frane mendengus keras ketika mendengar itu. Tak hanya dia saja yang merasa tak puas, sebagian penonton pun sudah muak dengan kesombongan Shira.
“Sebentar lagi dia bakal kalah, baru tau rasa!” gerutu Bhela kesal.
“Istri kedua, dari tadi komentarmu negatif sekali. Calon suami kita bertarung untukmu, masa kamunya begitu?” kata Ryntia menggodai.
“Dia cuma membalas sikap Tuan Muda Blackwood, gak ada hubungannya denganku,” ketus Bhela. Ia pun sebenarnya mengerti mengapa Shira bersikap seperti ini. Walau Bhela tahu Shira orangnya angkuh semenjak menolak ajakan party waktu itu, tapi ia tahu Shira, sebagai seorang yang tertutup, tak akan terang-terangan bersikap arogan seperti ini tanpa ada maksud di belakangnya.
“Beneran lagi dapet kali dia, hihi,” sahut Erin ikut menggoda.
“Kalian... mereka akan beradu serangan sekarang,” kata Sect Master memperingati.
Frane dan Shira, mengambil ancang-ancang untuk saling menerjang dan beradu serangan sekarang!
Banyak orang yang menggeleng-gelengkan kepala. Shira sedang memegang teh di tangan kanan, hanya bisa bertarung dengan tangan kiri... ditambah lagi panjang pedang Shira jauh lebih pendek daripada Frane.
Shira akan dirugikan jika mereka saling beradu satu sama lain!
Pun walau begitu, tetap saja banyak orang yang menanti mereka saling beradu. Performa Shira, banyak membuat orang yang meremehkan menjadi takjub. Baru kali ini mereka melihat kemampuannya.
Tapi kesannya dari wajah percaya diri Shira, apa yang mereka lihat, hanya permukaan kemampuan Shira saja!
Kelihatan seperti Shira hanya bermain-main dengan Frane semenjak tadi.
“Kalau kamu memang gak mengerti, sini kuperlihatkan kenyataannya yang pahit,” kata Shira dengan nada mengejek.
Frane mendengus keras lagi. “Kukira kamu orangnya pendiam. Tapi sekarang tiba-tiba jadi bermulut besar.”
“Lawan sampah sepertimu gak akan cukup cuma menggunakan kemampuan saja. Butuh bacot supaya sampah sepertimu bisa sadar diri karena sudah menghina keluargaku.”
“Sampah?! Ayo kita lihat siapa sampah yang sebenarnya!”
Frane menerjang maju, Shira pun ikut bergerak demikian.
Pedang mereka sudah bersiap untuk menyayat.
Frane menyunggingkan senyumnya.
Naif! Hanya dengan tangan kiri, genggaman pedang Shira tak akan cukup kuat jika harus menangis serangan.
Jadi Frane mengincar pedangnya. Mengambil sudut dan memaksa Shira untuk menangkis ayunan pedangnya. Kemudian di saat yang tepat, ia akan memberikan tenaga lebih, mendorong hingga pedang Shira terlepas dari tangannya.
Setelah itu Shira yang akan terkena sekakmat!
Tiga setengah meter lebih sebelum mereka bentrok.
Frane mengambil ancang-ancang, memanfaatkan panjang pedangnya untuk melancarkan serangan pertama dan memaksa Shira untuk menangkis serangannya.
swiiish
Naif kamu Shira!
Pergelangan tangan kiri Shira berputar. Sudut pedangnya sangat canggung untuk menangkis arah pedang Frane.
Namun pedang mereka tetap saling beradu.
Di saat itulah Frane sudah memastikan kemenangannya. Sekarang tinggal ia mendorong dan melepaskan pedang Shira dari tangannya!
Tapi di waktu yang bersamaan, Frane mendengar suara decak lembut.
Frane melihat ke arah wajah Shira. Dalam waktu sepersekian detik, sebelum ia mendorong pedang Shira terlepas dari tangannya, Frane melihat di wajah anak itu...
Shira cengar-cengir sendiri!
Apa?
Apanya yang lucu?!
Saat kulepaskan pedang dari tanganmu, lihat jelas-jelas tawaku nanti!
Tapi tiba-tiba hati Frane terasa seperti diremas.
Suara benturan logam pedang yang ia tunggu, tak kunjung datang!
Apa yang terjadi?!
Pedang Frane menyayat lembut. Menyayat angin. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, pedang yang ia ayunkan... menembus pedang Shira!
Ia tak memiliki waktu untuk takjub. Baru ia menyadari, sudut Shira yang canggung itu, bukanlah untuk menangkis serangan pedangnya...
Melainkan untuk menyerang!
Frane berusaha menggunakan panjang pedangnya untuk menjaga Shira tetap di luar jangkauan menyerang.
Selama pedangnya lebih panjang daripada pedang Shira, ia akan diuntungkan dalam posisi bertahan. Dan karena Frane dan Shira mengayunkan pedang di saat yang hampir bersamaan, akan sulit bagi Shira untuk mencuri kesempatan dan melakukan serangan balasan seperti serangan-serangannya yang sebelumnya.
swiish
Mata Frane terbelalak. Pupilnya mengecil sekecil bintik kecil.
Pedang Shira, yang pedangnya lebih pendek darinya, mampu menyayat dada Frane!
Sontak Frane melompat mundur untuk menyelamatkan diri. Ia memegang dadanya, yang tersayat oleh pedang Shira.
“Shira berhasil mendaratkan serangan!” seru salah seorang dari kerumunan penonton.
“Tapi... bagaimana bisa? Mereka beradu terlalu cepat, aku gak bisa melihat dengan jelas,” kata penonton yang lain.
“Iya sama, aku juga. Tapi tadi sempat sesaat aku mengira Shira bakal menangkis serangan Frane, tapi yang terjadi selanjutnya Shira malah berhasil menyerang dada Frane Blackwood!”
“Jadi bingung kan? Pada gak liat kan? Mending kita tanya Mr. Takeshi aja!”
“Mr. Takeshi dengan mata elangnya pasti bisa melihat jelas apa yang terjadi tadi,” kata seseorang.
Semuanya langsung melihat ke arah Mr. Takeshi, berharap sang petarung veteran itu berkomentar lagi.
Tapi, dalam duduknya, Mr. Takeshi tetap diam.
Wajahnya aneh. Wajahnya terkejut. Ia melihat ke arah Shira, dengan mata terbelalak, seperti baru saja melihat hantu!
Ia sangat terkejut. Benar-benar terkejut. Karena menyadari sesuatu dari Shira Yashura!
“Anak yang bernama Shira ini sama sekali bukan anak biasa,” melihat Mr. Takeshi diam tak merespons penonton, seorang veteran lain pun angkat bicara. “Dari yang kulihat tadi, Frane mengincar pedang Shira, berusaha untuk memojokkan Shira untuk menangkis serangannya dan memanfaatkan Shira genggaman tangan kiri Shira yang lemah untuk melepaskan pedang itu dari tangannya. Tapi yang terjadi setelahnya... adalah pedang Frane malah menembus pedang Shira!”
“Pedangnya... pedangnya tembus?!”
“Apa-apaan itu! Tembus? Mana bisa? Jangan ngaco kamu!”
“Aku gak ngaco!” kata si veteran yang berkomentar barusan dengan wajah tak puas. “Pedangnya benar-benar tembus. Frane seperti menyayat angin. Itu seharusnya efek skill pasif yang dimiliki Shira tadi.”
Orang-orang terkejut ketika mendengar serangan Frane menembus pedang Shira.
Bagaimana Shira melakukannya?
Tapi mereka terlalu terpaku pada hal itu, sampai-sampai tak menyadari hal lain yang ganjil dari serangan Shira.
Di antara para penonton yang mengerumuni arena, hanya beberapa orang yang menyadari hal ganjil tersebut.
Salah satunya adalah Frane. Yang paling dekat dengan Shira dan menerima serangan tersebut.
Di saat-saat terakhir Shira melancarkan serangannya, membuat pedangnya menyayat dada Frane... ia pun melihat sesuatu yang membuat hatinya gemetar.
“Mustahil!” seru Frane pada dirinya sendiri, tak percaya apa yang sudah ia lihat.
“Mustahil! Sihir apa yang kamu gunakan... untuk bisa memanjangkan tanganmu!” teriak Frane di tengah-tengah arena.
Memanjangkan tangan? Semua orang langsung menarik napas keras.
Mereka baru menyadari, karena perbedaan panjang pedang Shira dan Frane, hampir mustahil bagi Shira untuk dengan mudahnya melancarkan serangan di saat pedang Frane masih berada di depannya.
Hal itu bisa dibilang mustahil. Mustahil... kecuali Shira bisa memanjangkan tangannya!
“Sihir?” Shira tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya malas. “Apa kamu sekarang sudah mengerti? Kemampuan kita, jelas beda jauh bos!”